Tidak Mustahil, jika Lailatul Qadar yang sangat didambakan namun tak dapat ditentukan tanggal pastinya itu sering diamati oleh banyak orang. Sehingga tentu saja setiap pengamat membutuhkan data dan informasi tentang tanda-tanda jatuhnya.
Dalam sejarah, salah seorang sahabat Rasulullah SAW bernama
’Ubal bin Ka’ab telah bersumpah bahwa ia pernah menyaksikan Lailatul Qadar itu.
Sehingga ia mampu menjelaskan tanda-tandanya, sebagaimana dalam
pernyataanya:
وَأمَارَتُهَا أنْ تَطْلُعَ الشَّمْسَ فِيْ
صَبِيْحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا
”Dan
salah satu tandanya adalah, pada pagi harinya cahaya matahari terbit memutih
atau tidak bersinar seperti biasa.”(HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan
Tarmizi, dari Ubai bin Ka’ab)
Tanda ini hanya diketahui setelah Lailatul
Qadar terjadi. Jadi, sama sekali bukan tanda akan jatuhnya. Sedangkan
tanda-tanda ketika sedang terjadi Lailatul Qadar, menurut sebuah keterangan,
adalah malam terasa begitu hening cuaca cerah, langit bersih, tak ada angin dan
bebas dari mendung.
Namun bisa dipastikan Lailatul Qadar yang terjadi
pada setiap bulan Ramadhan itu, merupakan waktu mustajab untuk berdo’a. Jika
seseorang telah yakin bahwa malam itu sedang terjadi Lailatul Qadar, maka
hendaknya ia membaca do’a sebagaimana telah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada
Aisyah, ketika beliau ditanya.
اَللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ
الْعَفْوَ فاَعْفُ عَنَّا
”Wahai Allah Sesungghnya
Engkau maha pengampun serta suka mengampuni, maka ampunilah aku” (HR.
Ahmad, Ibnu Majah dan Tarmizi dari’ Aisyah)
Adapun do’a sebagaimana dalam
hadits tersebut di atas, merupakan do’a yang sekali diucapkan ketika seorang
telah yakin bahwa, malam itu adalah Lailatul Qadar. Jadi, bukan do’a yang harus
dibaca berulangkali semalam suntuk ketika diyakini sebagai Lailatul
Qadar.
Lailatul Qadar yang penuh dengan keagungan, berkah dan hikmah itu,
merupakan kesempatan emas bagi umat Muhammad untuk meraih keutamaan ibadah yang
sangat istimewa dengan modal ketentuan maksimal. Adapun keutamaannya ibadah yang
semalam itu melebihi pahala ibadah seribu bulan.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ
الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
”Tahukah engkau,
apakah Lailatul Qadar Itu? Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu
bulan.” (Q.S Al Qadr(97):2-3)
Selain itu, dalam sebuah hadits
dinyatakan bahwa orang yang bertekun ibadah pada saat Lailatul Qadar hanya
karena Allah SWT, dengan hati senang serta selalu mengahrap ridha-Nya, maka akan
diampuni dosa-dosanya.
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيْمَا نًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
”Siapapun yang
ibadahnya pada saat Lailatul Qadar karena iman serta mengharap ridho Allah, maka
diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah)
Pengertian ibadah sebagaimana dalam hadits di atas, memiliki
makna yang sangat luas. Yakni mencakup segala macam bentuk ibadah; shalat,
dzikir, membaca Al-Qur’an, i’tiqaf, Belajar ilmu agama dan lain
sebagainya.
Cara Rasulullah SAW Menghadapi Lailatul
Qadar
Rasulullah SAW, sebagai teladan yang terbaik, tentu saja
akan jauh lebih sempurna amal ibadahnya dari pada umatnya. Dan dalam manghadapi
Lailatul Qadar itu, beliau selalu membangunkan keluarganya untuk bertekun
ibadah, agar supaya mendapatkan kehormatan yang teramat istimewa dari Allah SWT.
Sedangkan hal ini dilakukannya pada setiap 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Dengan harapan dapat terjaring Lailatul Qadar yang didambakannya.
كَانَ إذَا دَخَلَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرِ أَحْيَ
الَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَشَدَّ الْمِئْزَرِ
”Nabi
SAW ketika telah masuk sepuluh hari terakhir maka beliau menghidupkan malam itu
dengan membangunkan seluruh anggota keluarganya serta mengencangkan
sarungnya.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ’ Aisyah)
كَانَ رسول الله صلى الله عليه و سلم يُوْقِظُ
أَهْلَهُ فِيْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَيَرْفَعُ
الْمِئْزَرِ
”Rasulullah SAW membangun keluarganya
pada sepuluh hari terakhir dan menyingsingkan sarungnya.” (HR. Tarmizi,
dari Ali bin abi Thalib)
Yang dimaksud dengan mengencangkan dan atau
menyingsingkan sarungnya sebagaimana termaktub dalam kedua hadits tersebut di
atas, adalah segera melaksanakan kegiatan ibadah, serta menjauhi
isterinya.
Memang, banyak orang yang tahu persis keutamaan serta
keistimewaan bergiat ibadah pada saat lailatul Qadar. Namun ternyata hanya
sedikit orang yang yang mau berusaha melaksanakan ibadah tersebut supaya dapat
meraih keutamaannya. Orang yang mengabaikan kesempatan ibadah dalam Lailatul
Qadar, sama artinya dengan membuang kesempatan emas yang sangat berharga, serta
menjauhkan dirinya dari segala kejahatan.
إنَّ هَذاَ الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيْهِ
لَيْلَةً خَيْرُ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حَرَمَهَا فَقَدْ حَرَمَ الْخَيْرَ
كًلُّهُ وَلَا يُحْرَمُ خَيْرَهَا إلَّا
مَحْرُوْمٌ
”Sesungguhnya bulan ini (Ramadhan) telah
datang kepadamu, dan di dalamnya ada semalam yang lebih baik dari seribu bulan.
Siapa saja terhalang darinya maka terhalang dari segala kebaikan dan tidaklah
terhalang darinya kecuali orang yang terhalang.” (HR. Ibnu Majah, dari Anas
bin malik)
Maksud dari hadits tersebut di atas yakni, jika seorang tidak
mempedulikan ibadah dengan pahala yang amat besar pada Lailatul Qadar ini, maka
secara logis sama artinya ia akan tertarik dengan ibadah di saat lain, yang
tentu lebih rendah imbalan pahalanya. Dan alangkah meruginya orang-orang yang
seperti itu.
KH Arwani Faishal
Wakil Ketua PP
Lembaga Bahtsul Masa’il NU
No comments:
Post a Comment