Fidyah |
Fidyah (Tebusan) Bagi yang Tak Dapat Berpuasa
Dalam bahasa
Arab kata “fidyah” adalah bentuk masdar dari kata dasar “fadaa”, yang
artinya mengganti atau menebus. Adapun secara terminologis (istilah) fidyah
adalah sejumlah harta benda dalam kadar tertentu yang wajib diberikan kepada
fakir miskin sebagai ganti suatu ibadah yang telah
ditinggalkan.
Misalnya, fidyah yang diberikan akibat ditinggalkannya
puasa Ramadhan oleh orang lanjut usia yang tidak mampu melaksanakannya, atau
oleh keluarga orang yang belum sempat meng-qadha atau mengganti puasa yang
ditinggalkannya (menurut sebagian ulama). Dengan memberikan fidyah tersebut,
gugurlah suatu kewajiban yang telah ditinggalkannya.
Bagi wanita yang
tidak bepuasa karena hamil atau menyusui maka ia diperkenankan untuk tidak
berpuasa. Jika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap dirinya sendiri atau
pada diri dan bayinya maka ia hanya wajib mengganti puasanya setelah bulan
Ramadhan dan tidak ada kewajiban membayar fidyah. Jika ia tidak berpuasa karena
khawatir terhadap anak atau bayinya saja maka ia wajib meng-qadha dan membayar
fidyah sekaligus.
Berapakah Besarnya Fidyah? Untuk dapat mengetahui
berapa besar fidyah bagi tiap orang miskin yang harus diberi makan tersebut,
dapat dilihat pada beberapa nash hadits yang digunakan sebagai
rujukan:
Dalam hadits riwayat Daruquthniy dari Ali bin Abi Thalib dan
dari Ayyub bin Suwaid, menyatakan perintah Rasulullah SAW kepada seorang lelaki
yang melakukan jima' atau berhubungan badan dengan istrinya di suatu siang di
bulan Ramadhan untuk melaksanakan kaffarat atau denda berpuasa selama dua bulan
berturut-turut. Dalam hadits menyebutkan bahwa karena laki-laki tersebut tidak
mampu melakukan itu maka ia harus membayar denda 1 araq (sekeranjang) berisi 15
sha' kurma. 1 Sha' terdiri dari 4 mud, sehingga kurma yang diterima oleh lelaki
itu sebanyak 60 mud, untuk diberikan kepada 60 orang miskin (untuk menggantu
puasa dua bulan). Sedangkan 1 mud sama dengan 0,6 Kg atau 3/4 Liter.
Oleh
sebab itu, besamya fidyah yang biasa diberikan kepada fakir miskin sekarang ini
adalah 1 mud = 0,6 Kg atau 3/4 liter beras untuk satu hari
puasa.
Berbagai pendapat lain yang juga menyatakan besarnya fidyah
–dengan menggunakan sebuah nash hadits sebagai rujukan– kami anggap lemah.
Lantaran hadits yang digunakannya telah dinilai oleh Muhhadditsin (para
penyelidik hadits) sebagai hadits dha'if. Sedangkan yang menggunakan dasar qiyas (analogi) pun, kami anggap lemah
lantaran bertentangan dengan nash hadits.
Beberapa pendapat lain tentang
besamya fidyah tersebut yakni; 1) pendapat yang menyatakan bahwa besarnya fidyah
itu sebesar 2,8 Kg bahan makanan pokok, beras misalnya. Dimana pendapat ini
didasarkan pada hadits riwayat Abu Dawud dari Salmah bin Shakhr, yang menyatakan
bahwa dalam peristiwa seorang lelaki berbuat jima' pada siang hari di bulan
Ramadhan, Rasulullah SAW menyuruh lelaki itu untuk memberikan 1 wasaq kurma,
dimana 1 wasaq terdiri dari 60 sha, sehingga setiap orang miskin akan
mendapatkan kurma sebanyak 1 sha.
2) pendapat yang menyatakan bahwa
besamya fidyah tersebut sebanyak 1/2 sha bahan makanan pokok, dengan dasar
hadits riwayat Ahmad dari Abu Zaid Al Madany, yang menyatakan bahwa Rasulullah
SAW memerintahkan kepada seorang lelaki yang berbuat dzihar (menyamakan isteri dengan ibunya) untuk
memberikan 1/2 wasaq kurma kepada 60 orang miskin, dan
3) pendapat yang menyatakan bahwa
besarnya fidyah itu sama dengan fidyah atas orang yang bercukur ketika sedang
ihram, yakni sebesar 1/2 sha atau 2 mud.
Tiga pendapat itu dinilai lemah.
Dalil-dalil yang kuat menunjukkan besarnya fidyah yang biasa diberikan kepada
fakir miskin sekarang ini adalah 1 mud atau 0,6 Kg atau 3/4 liter beras untuk
satu hari puasa.
Bolehkah Fidyah dengan Uang?
Fidyah adalah pengganti dari suatu ibadah yang telah
ditinggalkan, berupa sejumlah makanan yang diberikan kepada fakir
miskin.
Dengan mengamati definisi dan tujuan fidyah yang merupakan
santunan kepada orang-orang miskin, maka boleh saja memberikan fidyah dalam
bentuk uang. Lantaran bagaimana jika orang miskin tersebut, sudah cukup memiliki
bahan makanan. Bukankah lebih baik memberikan fidyah dalam bentuk uang, agar
dapat dipergunakannya untuk keperluan lain.
Oleh sebab itu, dapat diambil
kesimpulan akhir bahwa kewajiban fidyah boleh dilaksanakan dengan mengganti
uang, jika sekiranya lebih bermanfaat. Namun jika ada indikasi bahwa uang
tersebut akan digunakan untuk foya-foya, maka kita wajib memberikannya dalam
bent uk bahan makanan pokok.
KH Arwani Faishal
Wakil Ketua Lembaga
Bahtsul Mas’ail PBNU
No comments:
Post a Comment